Tahun baru 2018 sudah tinggal beberapa jam lagi kita tinggalkan. Apa yang sudah persiapkan untuk menyambut dentang jam saat pukul 00.00 malam nanti? Banyak pastinya! Kembang api, terompet warna-warni, karaoke dan musik, minuman, kue hingga berbagai macam daging untuk acara bakar-bakar (bukan bakar ban apalagi bakar rumah loh ya, tapi barbeque-an). Yah, biasanya acara tahun baruan tidak akan jauh-jauh dari hal-hal itu.
Berbeda dengan acara tahun baruan pada umumnya, orang Batak punya satu tradisi khas yang dilaksanakan pada malam tahun baru. Halak hita pasti tahu lah. Yap, Mandok Hata. Apa itu?
Secara harafiah, Mandok Hata artinya "berbicara". Dan sebenarnya Mandok Hata ini tidak hanya ada saat tahun baru. Tapi hampir di setiap ulaon (acara perkumpulan) orang Batak seperti pesta pernikahan, pemakaman, kelahiran anak, Natal atau sekadar kumpul keluarga, pasti ada Mandok Hata. Isi Mandok Hata bisa berupa pemberian nasihat, penghiburan, curhat dan sebagainya.
Khusus saat malam tahun baru, Mandok Hata seakan punya esensinya sendiri karena ini merupakan tradisi masyarakat Batak yang telah dilaksanakan sejak lama dan turun-temurun hingga ke tanah rantau dimanapun mereka berpijak. Mandok Hata saat malam tahun baru sejatinya adalah momen bagi orang Batak untuk saling berintrospeksi setelah satu tahun dilewati.
Begitu jam menunjukkan pukul 00.00, maka seluruh anggota keluarga baik tua maupun muda akan berkumpul (biarpun ada yang sedang tidur pasti dibangunkan loh), di dalam suatu ruangan (biasanya ruang tamu atau ruang keluarga). Setelah kebaktian kecil untuk mengucap syukur kepada Tuhan atas tahun yang baru, Mandok Hata pun dimulai.
Mandok Hata dalam konteks tahun baru berarti berbicara di depan seluruh keluarga yang berkumpul, tentang ucapan syukur, terima kasih, meminta maaf atas kesalahan yang telah dilakukan selama satu tahun, hingga unek-unek atau kekesalan dan kekecewaan yang telah lama dipendam. Dan semua orang wajib berbicara. Yap, SEMUA orang. Tak terkecuali yang muda apalagi yang tua.
Biasanya yang muda atau anak-anak akan lebih dulu mendapatkan giliran berbicara karena umumnya yang disampaikan hanya sedikit. Sementara yang orang-orang tua belakangan karena yang disampaikan pasti lebih banyak.
Dan karena setiap orang yang berkumpul di situ harus berbicara, sementara itu tidak ada aturan baku soal batasan waktu berbicara, tak heran acara satu ini lamanya luar biasa. Kebayang dong, kalau jumlah orang yang berkumpul saat itu misalnya 20 orang? Bisa sampai subuh tuh. Maklum, biasanya kalau keluarga besar orang Batak jumlahnya memang Wow! Opung, anak, boru, pahompu, cicit, nangboru-amang boru, tulang-nantulang, bapa uda-inanguda, bapa tua-mama tua, dohot saluhutna (dan semuanya)!
Kembali ke Mandok Hata, karena intinya adalah curhat, setiap orang bisa menyampaikan apapun yang ada di pikiran dan hati mereka. Maka tak jarang, acara ini juga diwarnai isak tangis. Bahkan sering kali, belum berbicara sudah nangis duluan. Nah loh.. Dan karena saya bukan termasuk orang yang gampang nangis, saya sering merasa tidak enak sendiri ketika yang lain ikut-ikutan nangis, saya sendiri yang matanya kering, menatap sambil kebingungan. Takut dibilang tidak punya rasa empati. Hahaha..
Bagi anak-anak muda zaman sekarang (termasuk saya dulu), tradisi Mandok Hata adalah salah satu momen yang paling mengkhawatirkan dan paling tidak ditunggu. Membuat jantung deg-degan dan kepala pusing. Bahkan beberapa menganggapnya sebagai momok dan berusaha mencari berbagai macam alasan supaya tidak ikut acara yang satu ini. Tapi apa daya hal itu tidak akan mungkin terjadi, karena ancaman orang tua lebih menakutkan! Jadi jangan harap anak-anak muda bisa ikut hepi-hepi di luar sana main kembang api dan terompet saat tahun baru. Ikut acara Mandok Hata, wajib hukumnya. Biasanya mereka akan diperbolehkan keluar setelah selesai acara. Tapi kalau selesainya saja subuh, gak guna lagi lah kan keluar sana? Pesta kembang apainya sudah selesai, ujung-ujungnya tidur.
Lalu kenapa sih sampai bikin ketakutan begitu? Lebay banget kan.
Kalau dipikir-pikir sih ya sebenarnya tidak ada apa-apa juga. Hanya saja, saat Mandok Hata, biasanya suasananya lebih serius dan khusuk. Dalam tradisi orang batak, berbicara di depan keluarga itu ada seni tersendiri. Tutur kata yang baik dan terstruktur sangat diperhatikan. Kalau yang berbicara anak-anak sih, mau seperti apa dan sesingkat apapun tidak jadi masalah. Tapi bagi yang sudah remaja, tutur kata pasti mulai diperhatikan. Dan bila kita tidak biasa berbicara di depan umum atau tidak biasa bicara dari hati ke hati antaranggota keluarga, pastilah merasa gugup.
Saat tiba giliran, mendadak semua rangkaian kata yang sudah disusun sejak pagi tiba-tiba buyar. Akhirnya apa yang kita bicarakan jadi berantakan dan tidak terstruktur. Agaknya itulah yang menjadi alasan utama anak muda zaman sekarang tidak begitu antusias mengikuti acara khas Tahun Baruan ini, selain karena memang waktunya yang terlalu lama atau karena banyak yang bicaranya bertele-tele.
Jawaban lain yang diungkapkan anak muda zaman now saat ditanya kenapa tidak suka ikut acara Mandok Hata antara lain, jika intinya adalah ucapan syukur, terima kasih, curhat, meminta maaf dan introspeksi, seharusnya bisa dilakukan setiap saat, di mana saja dan kapan saja. Jadi tidak perlu menunggu saat akhir tahun. Tidak pun harus selalu diiringi dengan isak tangis (banyak yang berpendapat kalau tidak nangis, gak afdol), karena justru dengan menangis akan memperlama waktu.
Lalu saya sendiri bagaimana? Jujur saja, saya 50:50. Saya menghargai Mandok Hata sebagai suatu tradisi dan saya tidak terlalu keberatan menjalaninya, apalagi kalau memang kebetulan sedang berkumpul dengan sanak saudara. Tapi saya akan lebih memilih berdoa sendiri atau bersama keluarga terdekat dengan khusuk saat tahun baru. Perkara saling mengucapkan terima kasih, meminta maaf dan introspeksi, saya setuju hal tersebut bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja.
Bagaimana pun, Mandok Hata memberi manfaat positif bagi kita yakni melatih kita untuk berani berbicara dengan baik dan terstruktur di hadapan umum. Mirip public speaking gitu deh. Sekaligus membiasakan kita untuk sabar mendengarkan dan menyimak orang lain yang sedang berbicara kepada kita. Karena pada kenyataannya mendengarkan itu lebih sulit daripada berbicara.
Sekali lagi, Mandok Hata saat tahun baru dalam budaya orang Batak adalah suatu tradisi. Kalau pun kita sebagai orang Batak tidak bisa atau tidak memungkinkan untuk melaksanakannya, setidaknya ingatlah selalu dan jangan lupa bahwa kita memiliki sebuah tradisi unik yang berbeda dari lainnya untuk menyambut tahun baru.
Dan dengan berakhirnya artikel terakhir saya di tahun 2018 ini, saya ingin mengucapkan Selamat Tahun Baru 2019 kepada seluruh teman-teman Kompasianer. Semoga tahun yang baru nanti senantiasa membawa banyak berkat, kebahagiaan dan kesempatan bagi kita untuk terus berkarya dalam tulisan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar